Sejarah Berdirinya LPI Al Azhaar Masjid Baitul Khoir Bandung Tulungagung

posted in: Uncategorized | 0

Pendidikan yang unggul adalah pendidikan yang selalu bergerak mengikuti perkembangan zaman. Dengan kata lain  modernitas untuk selalu  memperbarui, mengadaptasi dan mengelaborasi metodologi, informasi dan teknologi harus gencar dilakukan. Seorang, visioner, pembaharu sekaligus ‘pioner’,  mencoba untuk menata kembali pendidikan Islam yang sempat mengalami “dehidrasi” dan pada akhirnya “sekarat”. Dengan wawasan akademiknya, tangan dingin pemuda gigih ini berhasil menegakkan kembali puing-puing yang dalam hitungan bulan, mengalami keruntuhan. Dialah Ustadz Rohmat Zaini, seorang kepala sekolah di Madrasah Tsanawiyah al-Huda yang sekarang mengemban tugas sebagai direktur LPI al Azhaar Bandung Tulungagung. Wawancara reporter KARIMA Muhamad IiK Syaropah dan Arif al-Bari mengupas tuntas sejarah  Madrasah Ibtidaiyah Bandung yang sekarang telah bertransformasi menjadi Lembaga Pendidikan Islam Bandung dengan segala problematika dan lika-liku perjalanannya.

LPI Al Azhaar merupakan metamorphosis dari MI Bandung yang telah berdiri sejak tahun 1968. Pada tahun 2001 MI Bandung sudah mengalami keterpurukan dengan jumlah siswanya yang semakin merosot. Terhitung dari kelas 1 sampai kelas 6 hanya 19 siswa yang notabene sudah tidak proporsional dijadikan sebagai sebuah sekolah. Bagaimana tidak.   Rata-rata satu kelas hanya berjumlah 3 siswa sangat memprihatinkan. Melihat kondisi yang semakin merosot tajam, menurut KH. Dailami, PPAI (Pengawas Pendidikan Agama Islam) Bandung sudah memberi saran untuk menutup sekolah yang berdekatan dengan pasar Bandung ini. KH. Dailami sudah berusaha dan berkorban memberikan perhatian kepada MI Bandung agar bertahan dengan cara mencari murid dengan berbagai promosi menarik seperti antar jemput naik becak gratis, diberikan buku dan seragam sekolah gratis, mengajak pedagang untuk memasukkan anaknya di MI. Namun iming-iming dan kemudahan yang menggiurkan itu tidak serta –merta berakibat menggembirakan bagi pihak sekolah.  

Ustadz Rohmat Zaini pemuda berperawakan tinggi dan bersuara berat yang sejak 1998 sampai 2001 mengabdikan diri di Masjid Baitul Khoir Bandung sekaligus aktivis Pemuda Anshor dan Banser itu melihat keadaan MI Bandung merasa sedih dan prihatin. Pada saat itu juga memberitahu kepada sahabat-sahabat Pemuda Anshor dan Banser tentang kondisi madrasah yang dibina oleh warga NU ini. Ustadz Rohmat Zaini mengajak dan menginisiasi Pemuda Anshor agar terpanggil melihat kondisi sekolah yang situasinya sudah berada di ujung tanduk. Sahabat-sahabat Anshor dan Banser segera menyambut ajakan Ustadz Rohmat.  Ustadz Saifuddin yang saat itu menjadi ketua Anshor menyetujui dan mengajak sahabat-sahabat lainnya, “Ayo kita melok-melok dandani sekolahan. Kita harus terpanggil untuk bertanggung jawab. Apakah kita sebagai generasi muda tega melihat keadaan seperti itu?” Kemudian kedua tokoh muda ini sowan kepada KH. Dailami yang saat itu sudah mendekati masa pensiun. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan pendiri dan pemilik sekolah yang mengerti betul cikal bakal sekolah ini jika secara tiba-tiba harus tutup.  Tidak ada lagi jejak sejarah dan buah pengorbanan beliau bagi generasi selanjutnya di sekitar Bandung yang strategis dari sisi pendidikan Islam maupun ekonomi yang secara geografis lokasinya diapit oleh dua kabupaten, Tulungagung dan Trenggalek dan merupakan jalur strategis di selatan pulau Jawa bagian timur yang menjadi pusat kota dari masyarakat sekecamatan Bandung. Dengan rasa syukur, KH. Daelami menyambut kedatangan dua pemuda Anshor yang memiliki inisiatif untuk membangun kembali sekolah.

Ustadz Rohmat suatu hari menuturkan bahwa beliau pernah berkenalan dengan Ustadz Imam Mawardi, Direktur LPI Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung. Pada bulan Juni tahun 2001 beliau memberitahukan bahwa di Bandung Tulungagung ada sekolah MI dengan kondisi “laa yamuutu wa laa yahyaa (hidup segan, mati pun tak mau). Gayung pun bersambut. Sebagai seorang Muslim yang peduli pada Muslim lainnya, ustadz Imam Mawardi tergerak batinnya. Beliau mengundang Ustadz Rohmat Zaini untuk berkunjung ke LPI Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung pada tanggal 9 Juni 2001. Segera saja para tokoh dari Bandung seperti KH. Dailami, Bapak Sufyan, Ustadz Rohmat, Ustadz Saifuddin, Bapak Jumali, Ibu Masroah, Ibu Arumi bersilaturrahim ke kediaman Ustadz Imam Mawardi. Pada tanggal kunjungan ini dijadikan sebagai tanggal didirikannya LPI Al Azhaar Bandung. Kemudian Ustadz Imam Mawardi membina dan mengawal bagaimana membangun kembali dan mengganti nama menjadi al Azhaar. 

Pada tanggal 25 Juni 2001 KH. Dailami mengadakan tasyakuran atas pensiunnya, sekaligus kesempatan itu dimanfaatkan untuk mengundang LPI Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung untuk musyawarah pendirian sekolah. KH. Dailami juga mengundang para tokoh masyarakat Bandung. Diundang pula para keluarga terdekat yang terdata memiliki anak usia sekolah. Selain itu, pejabat PPAI, kerabat dan tetangga diundang pula. Tasyakuran dan musyawarah itu berfokus pada bagaimana sekolah ini didirikan. Tempat acara itu diadakan di sebuah ruangan TPQ di atas kamar mandi masjid. Sebuah bangunan yang sederhana, temboknya yang terbuat dari kayu triplek yang tidak tertutup semua menjadi saksi sejarah cikal bakal didirikannya sebuah madrasah dengan mengadopsi nilai-nilai dari sekolah al Azhaar Tulungagung. 

Hadir secara full tim pengurus dari LPI Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung yang dipimpin oleh Ustadz Imam Mawardi, bendahara, sekretaris bahkan para kepala jenjang dari PG, TK, SD dan SMP turut hadir. Pada waktu itu, Bapak Thoha selaku Kepala SD Al Azhaar memberikan presentasi tentang perspektif pendidikan masa kini dengan media pembelajaran yang sederhana yaitu menggunakan media kertas karton. Memang saat itu media digital, seperti laptop, proyektor dan lain sebagainya belum cukup terkenal digunakan. Ustadz Rohmat Zaini didapuk sebagai pembawa acara di pertemuan yang bersejarah bagi kedua lembaga dalam membangun peradaban Islam itu. KH. Dailami sebagai sesepuh sekaligus shohibul hajat menyampaikan sambutan dan keinginannya. 

Orang-orang yang hadir saat itu terbuka hati dan pikirannya. Awalnya mendirikan MI saja, namun Ustadz Imam Mawardi memberi saran agar membuka TK (Taman Kanak-kanak) sekaligus. Melihat kendala belum adanya guru bagi TK, LPI Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung mengirimkan guru untuk mengajar di TK yang baru lahir ini dengan asumsi jika siswa minimal ada empat anak. Gedung yang sederhana dan perlengkapan belajar mengajar yang masih seadanya bisa digunakan. Jadi Ustadz Imam Mawardi menegaskan untuk tidak menunggu sempurna yang penting jalan saja terlebih dahulu. Selesai pertemuan itu, Ustadzah Maryam yang pernah menjadi guru TK Al Furqan Jember mendengar berita gembira akan diadakannya sekolah TK maka beliau memutuskan untuk bergabung. Ustadzah Anis dan Ustadzah Siti Rohmah yang masih mengenyam pendidikan madrasah aliyah turut serta pula merintis sekolah TK Al Azhaar Bandung ini. Maka pada tanggal 16 Juli Tahun 2001 dibuka TK Al Azhaar Bandung. Keterbatasan perlengkapan kantor dan media sarana belajar seadanya tak menyurutkan tekad dalam membangun pondasi pendidikan bagi generasi di wilayah Bandung dan sekitarnya itu. Di lain kesempatan, saat Bapak Sofyan akan mengganti KH Dailami sebagai Kepala MI Bandung yang kemudian tak lama lagi saat itu menjadi MI Al Azhaar Bandung, Ustadz Rohmat Zaini meminta otonom untuk mengajar kelas 1. Maka Bapak Sofyan memberikan izin permintaan progresif itu.

Tak berselang lama, untuk menguatkan eksistensi sekolah yang baru bangun kembali dari tidur yang cukup panjang sehingga bisa dikatakan tidak mati dan tidak pula hidup, turunnya mutu dan brand jatuh, Ustadz Rohmat Zaini meminta agar nama “Al Azhaar” diberikan pada sekolah yang baru berdiri lagi di Bandung itu. Berharap barokah dan manfaat sesuai namanya “Al Azhaar” yang artinya berkembang, bunga-bunga. Ustadz Imam Mawardi dengan senang hati memberikan izin nama itu disematkan.  Dengan demikian, nama lembaga pendidikan Islam ini menjadi LPI (Lembaga Pendidikan Islam) Al Azhaar, termasuk berbagai jenjang di dalamnya.  Mulai dari Playgroup Al Azhaar, Taman Kanak-kanak Al Azhaar, Madrasah Ibtidaiyah Al Azhaar, dan Sekolah Menengah Pertama Al Azhaar.  

Tantangan dan rintangan seolah silih berganti membersamai pembukaan pendaftaran. Pada malam tanggal 16 Juli 2001 untuk pertama kalinya pendaftaran TK bagi siswa baru mulai dibuka. Saat itu terjadi hujan deras, sementara belum satupun santri yang mendaftar.  Namun kegigihan Ustadz Rohmat Zaini bersama tiga srikandi guru, yaitu Ustadzah Maryam, Ustadzah Anis Zahrotul Khusna dan Ustadzah Siti Rohmah melawan dan mengatasi pengalaman menantang itu, seperti menahan bocornya atap bangunan, tembok yang separuh tergenang air yang masuk hingga ke dalam ruangan dan kesulitan lainnya. Ternyata perjuangan mereka tidak sia-sia. Di tengah-tengah kekhawatiran dan rasa panik dengan kondisi sekolah yang tidak ternyata Allah mengirimkan 15 santri untuk mendaftar.  Pengalaman menggembirakan ini segera disambut oleh para guru-guru yang gigih berjuang dan memiliki semangat tinggi untuk membuka pertemuan, yang kini dikenal oleh masa orientasi. Dengan mengambil tempat serambi masjid, pertemuan perkenalan itu digelar. Anak-anak belajar, bernyanyi dan melantunkan doa-doa di serambi masjid. Para guru di tengah-tengah lingkaran siswa. Ustadz Rohmat dengan seksama memperhatikan dan kemudian sesekali masuk ke arena belajar, ikut mengajar TK bersama para guru TK Al Azhaar yang baru merintis itu. Ustadz Rohmat Zaini tak henti-hentinya menjual impian. Ternyata hari itu sukses.  Tantangan demi tantangan dihadapi, memikirkan bagaimana membangun langkah-langkah berikutnya dan bagaimana berinovasi.  

Sebagai langkah awal untuk memulai pembelajaran, guru-guru yang penuh dedikasi ini dikirim ke LPI Al Azhaar Kedungwaru Tulungagung untuk belajar bagaimana menghadapi siswa baru.  Istilah orientasi siswa segera menjadi agenda. Dengan demikian, Al Azhaar Bandung memulai perkenalan dengan mengadakan orientasi siswa dengan sangat meriah. Karena budaya orientasi siswa belum pernah memberikan pengalaman baru bagi para tetangga dan murid-murid TK, tak berselang lama para orang tua yang berdekatan rumahnya dengan sekolah termotivasi untuk mendaftarkan anak-anaknya di al Azhaar Bandung. Misi pendidikan dari segi agama, akademik, keterampilan, sangat dibutuhkan para orang tua siswa, sehingga jangan sampai kepercayaan masyarakat itu hilang. Faktanya, saat itu kemampuan rata-rata anak-anak MI di bawah standar anak-anak yang bersekolah di SD, baik secara terlebih secara kuantitas. Kepercayaan masyarakat harus dijaga. Kalau masyarakat percaya, maka kita harus lebih percaya. Kunci dari semua kepercayaan itu adalah profesionalisme.  Al Azhaar Bandung harus menjadi lembaga yang profesional. Dengan cita-cita demikian, lembaga memprioritaskan pada kualitas guru dan segala sesuatu yang dapat menarik untuk diberikan kepada wali murid. Seiring berjalannya waktu, Al Azhaar Bandung belajar dan berinovasi dengan mengikuti berbagai pelatihan, seminar pendidikan, pameran pendidikan, mencari informasi yang berkaitan dengan pendidikan yang professional, mendapatkan inspirasi seperti dari Global Islamic School Jakarta, Sekolah Citra Alam dan lain sebagainya. Bahkan KPI (Kualita Pendidikan Indonesia) dan Ummi Foundation Surabaya juga menjadi mitra. LPI Al Azhaar Bandung.

Pada awalnya guru digaji hanya sekitar dua puluh ribu rupiah saja sebulan. Namun bagi guru yang sudah mempunyai niat dan cita-cita luhur untuk berjuang bersama, nominal materi yang ‘boleh dibilang jauh dari memadai’, tidak menjadi halangan karena pendidikan merupakan amanah. Pada awal pendiriannya, LPI Al Azhaar Bandung meningkatkan inovasi, branding dan pengembangan Sumber Daya Manusia, Sehingga Al Azhaar Bandung tumbuh sebagai lembaga pendidikan Islam yang berbeda dengan sekolah-sekolah lainnya.  Mulai dari hal-hal kecil. Misalnya, waktu masuk sekolah pukul 06.55 WIB bahkan sekarang ini 06.50 WIB, mengadakan pawai ta’aruf sebagai usaha branding dan unjuk gigi agar dikenal masyarakat secara luas. Tahun 2002 al Azhaar mengadakan pawai cita-cita di Hari Pendidikan Nasional pada bulan Mei. Para siswa memakai kostum sesuai dengan cita-cita mereka dan menjadi ajang lomba bagi siswa dan orang tua. Begitu meriah dan inovatif, kegiatan ini menjadi perhatian media massa untuk meliputnya.

Di awal tahun perkembangannya, al Azhaar menambah hadirnya guru-guru yang bersemangat untuk bergabung. Diantaranya adalah Ustadz Rohmat, Ustadz Saifuddin, Ustadzah Maryam, Ustadzah Anis, Ustadzah Siti Rohmah yang sudah lebih dulu berkiprah, kemudian disusul Ustadzah Siti Hidayati, Ustadzah Roif, Us, dan Ustadzah Diyah. Sehingga dari tahun ke tahun kemajuan lembaga pendidikan Islam ini melahirkan pula jenjang PG Al Azhaar pada tahun 2007, SMP Al Azhaar pada tahun 2016 dan pada tahun 2019 membuka Pondok Pesantren Tarbiyatul Quran. Pada tahun 2002 bersama para tokoh masyarakat membentuk Yayasan Masjid Baitul Khoir Bandung. Sehingga secara legal formal LPI Al Azhaar di bawah Yayasan Masjid Baitul Khoir Bandung. Dalam pembentukan yayasan itu ada seorang tokoh sepuh yang tidak menerima dengan pemberian nama “Al Azhaar” karena dianggap tidak berbau nahdhiyyin dan tidak kreatif membuat nama sendiri. Ustadz Rohmat sebagai inisiator dan tokoh muda menerima masukan tokoh sepuh terkait nama tersebut. Namun bukan berarti berhenti mempertahankan dasar pemberian nama yang sudah mempunyai branding dan sudah diterima di masyarakat. Kemudian Ustadz Rohmat memberitahu dan meminta pendapat kepada kH Dailami terkait nama lembaga itu yang dibutuhkan karena penting untuk branding dan kepercayaan masyarakat. Akhirnya KH Dailami antusias dan tetap menyetujui nama ‘Al Azhaar”. Bagi Ustadz Rohmat Zaini sebagai tokoh muda, KH Dailami adalah ibarat sebuah payung, yang jika kepanasan dan kehujanan para tokoh muda tak segan-segan berlindung dan meminta nasehat pada beliau. Masjid yang berada di wilayah Kecamatan Bandung itu metropolis, dimana tidak semua tokohnya memiliki perspektif yang sama, memiliki sudut pandang yang berbeda-beda dalam mendukung kemajuan dan kemakmuran masjid terutama dalam bidang pendidikan.  Ketika al Azhaar masih dalam kondisi sederhana, Ustadz Rohmat Zaini memesan gambar gedung lantai. Sebelumnya lokasi bangunan MI Bandung sebelum menjadi MI Al Azhaar Bandung berada di sebelah barat dekat mushola itu dan masih digunakan sampai sekarang yang berkembang menjadi MI Al Azhaar Bandung dengan menambah bangunan di sebelah timurnya tepatnya di sebelah utara Masjid Baitul Khoir Bandung. Kemudian almarhum Bapak Ahmad Taufik, putra Kyai Haji Chalimi, menantu mbah Mukhair, cicit dari mbah Muntahar mewakafkan bagian warisnya yakni tanah di sebelah utara masjid yang keadaannya masih rawa-rawa namun terlihat produktif.  Tanah wakaf itu rencananya akan dibangun gedung sekolah berbentuk leter L berlantai empat. Kemudian pada bulan Agustus 2002 LPI Al Azhaar Bandung mengadakan eksposisi yang dibarengi dengan menampilkan foto-foto kegiatan dan gambar rencana gedung sekolah dan berusaha mencari donatur serta mengajukan proposal pondasi gedung lantai empat tersebut. Namun pengajuan lantai empat tersebut ditentang oleh para tokoh senior, yang menginginkan lantai satu saja. Akhirnya keputusan disepakati, bahwa pembangunan disederhanakan menjadi dua lantai dengan tiga lokal. Berangsur-angsur tanah wakaf bertambah dari keluarga Mbah Muntahar, yakni keluarga Mbah Mukhair, KH Chalimi, KH Dailami, Bapak Taufik, Ibu Maryam, ibu Shopiah, beserta dukungan seluruh anak keturunannya.

Ditulis oleh : Siti Atmamiyah, Muhamad Iik Syaropah, Muhamad Arif Al Bari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *